Kelompok Teater Pelajar “Newbie” Ini Berani Unjuk Gigi di Panggung Pementasan Festival Teater Madya, Tapi…

“Aku sendiri, aku ingin pergi, aku takut, aku tak sanggup”.

“Kamu jelek, kamu bodoh, kamu lemah, kamu kurus, tak ada yang ingin berteman denganmu.”

Suara bersahut-sahutan. Satu pihak seolah menghakimi seseorang. Pihak yang lain seolah tersiksa karena dipojokkan. 

Di suatu sekolah, terjadi perundungan yang menimpa seorang pelajar bernama Rhena. Akibat sering mendapat perundungan, Rhena tertekan. Ia lalu menghilang. 

Guru mempertanyakan mengapa Rhena lama tak masuk sekolah. Sang guru lalu meminta para pelajar mencari Rhena. Dengan bernagai upaya pencarian, akhirnya ditemukan jawaban bahwa Rhena ternyata masuk rumah sakit karena terlibat kecelakaan. Sayangnya, Rhena sudah dibawa orang tuanya ke kampung halamannya. Para pelajar yang merupakan teman Rhena ini bergegas menuju kampung halaman Rhena bersama gurunya. 

Di kampung halamannya, Rhena menceritakan bagaimana ia tak disukai teman-teman sekolahnya, bahkan mendapat perundungan secara verbal hingga dijauhi. Rhena mengaku tertekan. 

Beberapa teman sekolah Rhena akhirnya menemukan di mana Rhena berada. Namun, saat diajak kembali ke sekolah, Rhena menolak. Para pelajar bergegas melapor ke gurunya untuk menjemput Rhena. Sayangnya, Rhena bergeming. 

BERANI UJUK GIGI

Di Festival Teater Madya yang digelar hari Senin (24/7), Senandika Perbas SMK Perwira Bangsa Depok sukses membawakan naskah “Mencari Rhena” karya Iqbal Naspa yang juga sekaligus sebagai sutradara. Iqbal menjelaskan, pementasan teater ini menceritakan seorang pelajar yang mengalami perundungan di sekolahnya. Ia menyebut, naskah teater yang ia buat sendiri ini merupakan hasil riset dirinya pada remaja khususnya para pelajar. Riset ini, kata Iqbal, juga melibatkan para anggota Teater Senandika Perbas. 

Iqbal mengaku bangga dan lega dengan penampilan anak asuhnya. Meski banyak kekurangan, namun ia memaklumi karena Senandika Perbas baru dibentuk, bahkan lahir karena ada Festival Teater Madya. Ia mengapresiasi para pemain karena sudah berani unjuk gigi. Meski sempat khawatir dengan hasilnya, Iqbal mengaku kini sudah tenang mereka sukses membawakan naskahnya. Ia menyebut, para pemain teater Senandika Perbas masih baru, bahkan baru mengenal teater. 

“Mereka baru pertama kali pentas teater. Berkat Festival Teater Madya kita ada. Kalo FTM gak ada, kita gak bakal pentas. Senandika juga gak bakal ada,” ujar Iqbal usai pementasan di Gedung Kamuning Gading Kota Bogor. 

Untuk mengenalkan teater kepada para pelajar, Iqbal mengaku harus perlahan mengajarkan dari hal-hal yang dasar. Ia mengatakan tidak bisa terburu-buru latihan bahkan sampai harus latihan berat. Tapi kata Iqbal, para pelajar yang masih “newbie” di teater ini harus dikenalkan dengan teater secara bertahap. Ia mengakui hal ini butuh upaya yang ekstra. Namun di antara upaya ekstra ini, yang paling utama adalah melatih mental agar berani unjuk gigi. Pementasan teater ini ia akui menjadi bukti, para pemain Senandika Perbas sudah berani. 

“Kita butuh ekstra. Emang butuh perlahan. Paling dasar. Gak perlu terburu-buru langsung latihan yang berat atau apa. Kasih pengertian. Sebenarnya sih yg plaing pertama mental,” kata Iqbal. 

Pemain “Mencari Rhena”, Dewa yang berperan teman Rhena mengaku gugup selama pementasan. Namun, ia mencoba menikmati pementasan teaternya agar tidak gugup dan bisa menampilkan yang terbaik. Ia juga mengakui penampilannya dan teman-temannya di Senandika Perbas banyak kesalahan. Menurutnya, hal ini dikarenakan para pemain Senandika Perbas baru pertama kali pentas teater. 

“Nervous banget. Deg-degan banget. Ini pertama kita pentas. Ini baru banget Senandika tampil keluar, ” kata Dewa. 

Dewa menambahkan selama proses latihan teater, ia dan teman-teman pelajar tidak menemukan hambatan yang berarti. Pihak sekolah juga, kata Dewa, selalu mendukung. Dewa mengatakan, dirinya dan teman-teman pelajar lainnya akan banyak belajar dari senior teater lain. Ia berharap Senandika Perbas bisa sukses ke depannya. 

BERANI, TAPI MINUS SANA-SINI

Senandika Perbas berani pentas di depan umum dengan gaya realis. Sebagai pendatang baru di dunia teater, gaya realisnya masih “terkontaminasi” gaya kabaret ala pelajar SMA. Salah satunya, adalah adegan pelajar yang bernyanyi dan menari dengan “backsound” lagu populer. 

Beberapa aktor tampak menunjukkan kepiawannya berperan. Sayang suara para pemain kurang kuat sehingga dialog samar-samar. Faktor ini juga disebabkan kurang pahamnya “blocking” yang tepat. “Blocking” yang tepat di bawah microphone akan menghasilkan suara yang nyaring. “Blocking” yang tepat juga memungkinkan pemain mendapat pencahayaan yang cukup. 

Tak hanya “blocking” yang kurang tepat di posisinua, beberapa pemain juga tidak memperhatikan “blocking” antarpemain, sehingga menutupi pemain lainnya. Hal-hal ini yang perlu menjadi pembelajaran bersama. 

Hal lain yang juga cukup mengganggu adalah penggunaan ruang panggung yang terkesan berat sebelah. Permainan lebih banyak berada di sebelah kiri panggung, yakni warung tempat Rhena berjualan dan level tempat adegan pembuka dan penutup. Sementara sisi kanan panggung, hanya ada satu tempat yang dimanfaatkan para pemain. Selebihnya, permainan banyak dilakukan di tengah panggung.

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *