Palu Jadi Panitia Temu Teman 2025, Mau Perjuangkan Ketimpangan Berkesenian di Kampus

Palu kembali menjadi panitia Temu Teater Mahasiswa Nusantara (Temu Teman) untuk ketiga kalinya untuk penyelenggaraan tahun depan. Sebelumnya, Palu pernah menjadi tuan rumah Temu Teman pada tahun 2004 dan 2015.
Perwakilan dari Keluarga Teater Kampus Palu (Katempa), Sayaka, mengaku telah menyiapkan diri untuk mengajukan kembali menjadi panitia Temu Teman 2025 atau ke-22. Setelah resmi menjadi panitia Temu Teman XXII, Sayaka mengungkapkan, Katempa akan mengajak diskusi panitia Temu Teman 2015.
“Pelaku 2015 juga banyak untuk kami ajak diskusi ke depannya yang menghasilkan traktat Nusantara. Tetapi hanya saja penyusunannya di pelaksanaan Temu Teman 2015,” ujar Sayaka kepada Fokus Teater Bogor.
Sayaka adalah anggota Lembaga Kesenian TIRANI FKIP-Universitas Tadulako. Ia menambahkan, isu strategis yang akan menjadi mercusuar dalam Temu Teman XXII adalah kebudayaan dengan titik fokus pada seni dan lingkungan. Menurut Sayaka, hal inilah yang juga menjadi alasan Palu mengajukan kembali sebagai tuan rumah.
Menurut Sayaka, Temu Teman adalah ruang yang tepat untuk memperjuangkan hal tersebut. Pasalnya, even tahunan ini merupakan ruang kolektif, inovatif, dan kreatif. Bahkan, Temu Teman menjadi akses advokasi berkesenian dalam lingkungan kesenian kampus khususnya teater.
Baca juga:
Teater Kampus ini Sentil Proyek IKN? Pentas Tepi Jurang!
Capaian Palu di Temu Teman
Sayaka mengungkapkan, pada tahun 2004, panitia Temu Teman Palu sukses menyepakati bahwa Temu Teman menjadi milik Nusantara. Sementara pada tahun 2015, panitia Temu Teman Palu juga sukses melahirkan traktat sebagai janji Nusantara yang masih digunakan sampai saat ini.
Capain lain yang pernah diraih oleh kepanitiaan Temu Teman di Palu adalah pentas teater di atas reklamasi pantai Talise oleh mahasiswa dari UPKSBS Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Kebetulan atau tidak, beberapa waktu setelah pementasan ini, reklamasi tersebut akhirnya ditutup. Sayaka menyebut, pementasan ini merupakan bagian dari advokasi mahasiswa yang menghadiri Temu Teman kala itu.
“Pada akhirnya reklamasi tersebut ditutup setelahnya, sehingga pementasan itu menjadi bentuk advokasi yang kuat di kalangan media dan beberapa penggiat lingkungan lainnya,” kata Sayaka.
Menyuarakan Ketimpangan Berkesenian melalui Temu Teman
Sayaka menilai saat ini terjadi penurunan antusias berkesenian di lingkungan kampus. Bahkan menurutnya, pergeseran budaya lokal sangat jelas terlihat dari hiruk pikuk yang makin merajalela. Hal tersebut merupakan imbas dari perkembangan teknologi dan bencana pada tahun 2018.
Eksploitasi lingkungan juga menjadi perhatian para pelaku seni teater kampus di Palu, seperti pengerukan tanah untuk kebutuhan tambang emas, pasir, batu, dan sumberdaya alam lainnya. Sayaka berharap, Temu Teman akan selalu bisa berada di jalur yang punya prinsip dalam advokasi berkesenian. Temu Teman akan selalu menjadi wadah perngkaryaan yang selalu menyuarakan ketimpangan berkesenian di daerah masing-masing.
Sebagai informasi, selain Katempa Palu, kelompok teater mahasiswa yang juga mengajukan sebagai tuan rumah Temu Teman XXII adalah FKPSK Kalimantan Selatan. Melalui proses musyarawah dalam Temu Wicara, Palu akhirnya terpilih sebagai tuan rumah Temu Teman XII.
Baca juga:
Teater Koma Pentaskan Cerita Tentang Papua