Teater Kompeni Menjadi Robot Demi Juara 1 Festival Teater Madya

Teater Kompeni SMKN 1 Kota Bogor menjadi robot di atas panggung Festival Teater Madya pada Rabu (26/7) di Gedung Kamuning Gading Kota Bogor. Kehadiran robot ini adalah bagian dari naskah Teater Kompeni berjudul “Sky in The Bray II”. Sutradara berjudul “Sky in The Bray II”, Ayenk mengatakan bahwa naskah teater ini bercerita tentang kehidupan manusia di masa depan saat teknologi mulai mengambil alih peran manusia di berbagai bidang. Ayenk menyebut, “Sky in The Bray II” menghadirkan kehidupan di tahun 2050 yang penuh dengan kecanggihan kecerdasan buatan atau Artificial Intelegent (AI). Naskah ini, kata Ayenk, ingin menunjukkan bagaimana efek ketergantungan manusia pada teknologi, dalam hal ini adalah AI.

Ayenk menuturkan, Teater Kompeni mementaskan “Sky in The Bray II” dengan merekayasa masa depan. Teater Kompeni berimajinasi penggunaan AI di tahun 2050 semakin masif dan kehidupan manusia menjadi bergantung kepada robot. Dengan semakin masif dan canggihnya teknologi AI, Teater Kompeni ingin menunjukkan bahwa di masa depan manusia akan kalah bersaing dengan robot. Manusia akan kalah dalam berbagai hal seperti efisiensi, kecepatan, hingga efektivitas.

Saat ini saja, kata Ayenk, sudah ada perusahaan yang sebagian besar pekerjaannya oleh mesin. Tidak menutup kemungkinan, di masa depan, seluruh pekerjaan di perusahaan akan selesai oleh mesin. Lantas bagaimana nasib manusia?

Ayenk mengungkapkan bahwa naskah teater “Sky in The Bray II” tercipta dari hasil diskusi dan riset anggota Teater Kompeni. Naskah ini lahir dari keresahan-keresahan anggota Teater Kompeni yang merupakan pelajar SMK. Mereka khawatir masa depannya sebagai lulusan SMK akan terancam oleh kehadiran teknologi AI.

Cerita Ketika Teater Kompeni Menjadi Robot

Kok Papah sudah pulang jam segini?”

“Tadi Papah dipecat dari perusahaan.”

“Loh? Kok bisa, pah? Memangnya Papah ngelakuin kesalahan apa sampai dipecat?”

“Hampir semua karyawan dipecat dan digantikan dengan robot.”

Dari satu karyawan, perlahan sebagian besar pekerjaan di sebuah perusahaan berganti dengan robot. Beberapa waktu, semua berjalan lancar. Pekerjaan dapat selesai dengan baik dan cepat oleh robot. Namun pada suatu waktu, terjadi gangguan teknis pada robot. Bukan satu, tapi banyak robot yang mengalami malfungsi. Perusahaan kemudian mendatangkan teknisi untuk memperbaiki.

Di tengah upaya perbaikan sistem robot ini, terungkap fakta mengejutkan bahwa ternyata teknisi ini adalah ilmuwan muda yang mengembangkan teknologi Artificial Intelegent (AI) secara rahasia. Ia menyadari peran robot yang menggantikan manusia justru berbahaya bagi peradaban manusia. Ia pun berencana menonaktifkan semua robot dengan cara menanamkan virus.

Naskah Science Fiction

Ayenk mengemas pertunjukan teater “Sky in The Bray II” dengan konsep surrealis. Ia beralasan untuk menggambarkan kehidupan di masa depan yang penuh kecanggihan teknologi, satu-satunya cara adalah berimajinasi. Meski imajinasi, Ayenk mengklaim imajinasi yang ia suguhkan di atas panggung berasal dari riset, seperti yang sebelumnya ia katakan. Oleh karenanya, ia percaya diri menyebut naskah teater “Sky in The Bray II”  ini adalah naskah “science fiction“.

Ayenk mengklaim cerita teater ini memiliki alur yang sederhana agar mudah dipahami penonton. Bahkan, simbol-simbol di atas panggung berasal dari diskusi dengan para aktor yang merasakan sendiri bagaimana dirinya terancam oleh kehadiran AI sebagai pelajar SMK. 

Selain simbol-simbol, Ayenk juga menyuguhkan koreografi. Ia menjelaskan, koreografi ini bertujuan untuk menggambarkan suasana hati. Ayenk menyontohkan, koreografi saat para pemain menggunakan teknologi AI. 

“Ada satu adegan koreografi, mereka sangat senang, ingar bingar, ketika mereka pertama kali pakai AI. Mereka senang karena merasakan banyak manfaat ketika bisa bersentuhan dengan teknologi itu. Makanya ada koreogragi untuk menyimbolkan rasa senangnya,” ujar Ayenk. 

Terkait koreografi Teater Kompeni dalam pementasan teater “Sky in The Bray II”, menurut sineman teater kota Bogor Bram L Gerung terkesan tidak menyatu dengan adegan.  Meski demikian, Bram mengaku menikmati pementasan teater Teater Kompeni. Ia menilai pertunjukan “anak asuh” Ayenk berjalan lancar. Bram mengapresiasi artistik dalam pementasan teater “Sky in The Bray II” ini. Menurut seingat Bram, artistik Ayenk kali ini berbeda, tidak seperti biasa yang sebelum-sebelumnya. Ia menduga, tuntuntan untuk menghadirkan masa depan membuat Ayenk “berakrobat” menciptakan artistik panggung. 

“Teater kompeni (pementasannya) berjalan lancar. Artistik ga seperti biasanya Ayenk. Dancenya ga nempel sama adegan,” kata Bram usai menonton pementasan.

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *